Ekonomi & Bisnis Tata Kelola Transisi Energi Berkeadilan Butuh Komitmen Kuat Pemerintah

Tata Kelola Transisi Energi Berkeadilan Butuh Komitmen Kuat Pemerintah

42
0
Tata Kelola Transisi Energi Berkeadilan Butuh Komitmen Kuat Pemerintah
Lambatnya pengembangan dan investasi energi bersih di Indonesia dalam lima tahun terakhir jadi tantangan serius ketahanan energi nasional.(Istimewa)

PEMERINTAHAN Presiden Prabowo Subianto telah menempatkan ketahanan energi melalui pemanfaatan energi bersih sebagai salah satu prioritas utama. Namun lambatnya pengembangan dan investasi energi bersih di Indonesia dalam lima tahun terakhir jadi tantangan serius.

“Karena itu, percepatan transisi energi berkeadilan dan pencapaian target emisi nol bersih (net zero emissions/NZE) Indonesia yang selaras dengan Persetujuan Paris, memerlukan komitmen kebijakan yang lebih kuat serta peningkatan ambisi iklim,” papar Direktur Indonesia Climateworks Centre Guntur Sutiyono seperti dikutip dari keterangan pers, Jumat (25/10).

Menurutnya, ada sembilan rekomendasi transisi energi yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Rekomendasi itu antara lain mencakup reformasi subsidi energi agar tepat sasaran untuk daerah terisolasi dan pemisahan peran regulator dan operator untuk meningkatkan efisiensi dan adopsi energi bersih.

Selain itu, diperlukan pula komitmen jangka panjang untuk mencapai emisi nol bersih melalui peningkatan kapasitas energi terbarukan dan investasi dalam teknologi baru.

“Penting juga untuk menerapkan standar lingkungan yang tinggi dalam industri ekstraktif agar pertumbuhan ekonomi tidak merusak ekosistem, sambil mempertimbangkan aspek sosial untuk memastikan transisi energi yang inklusif dan adil bagi semua pihak,” kata Guntur.

Rekomendasi itu dibungkus dengan seruan kepada pemerintah untuk mempertegas komitmen terhadap strategi jangka panjang guna mencapai NZE pada 2060 atau lebih cepat.

Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR Deon Arinaldo mengatakan, pemerintah perlu mengintegrasi strategi pembangunan ekonomi dan akselerasi transisi energi menuju transisi energi berkeadilan. Deon juga menyoroti tekad pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8%, tetapi draf RPP Kebijakan Energi Nasional menunjukkan target dan ambisi transisi energi yang justru turun.

“Padahal energi, terutama energi terbarukan, merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” ucapnya.

Direktur Eksekutif IRID Kuki Soejahmoen menyatakan Indonesia perlu menegaskan komitmen iklim dan posisi dalam berkontribusi pada target dan tujuan global terkait emisi nol bersih.

“Saat ini Indonesia belum tegas soal kontribusi pada tujuan iklim global, seperti melipatgandakan hingga tiga kali lipat kapasitas energi terbarukan dan melipatgandakan kapasitas efisiensi energi,” ujarnya.

Sementara itu, Filda C Yusgiantoro dari PYC menegaskan fungsi Dewan Energi Nasional (DEN) yang krusial dalam lanskap energi Indonesia. “DEN sebagai pusat koordinasi perlu memastikan seluruh sektor dan kementerian menjalankan kebijakan energi yang selaras dengan visi ketahanan energi nasional secara transparan dan akuntabel,” ujarnya.

Filda menambahkan reformasi kebijakan dan penguatan kapasitas kelembagaan tingkat daerah juga perlu dilakukan. Reformasi ini harus mencakup peningkatan pemahaman, peraturan yang lebih kuat dalam bentuk dinas energi khusus di tingkat kota/kabupaten atau memperkuat peran Bappeda dengan alokasi sumber daya yang memadai.

Sedangkan Ruddy Gobel dari CPD menyampaikan, untuk setiap tahap kebijakan transisi energi perlu menggunakan kerangka transisi energi berbasis aspek manusia sebagai tema utama. Hal itu termasuk mengembangkan kebijakan yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal.

“Direkomendasikan pula untuk mengubah kebijakan subsidi energi, dari subsidi berbasis komoditas jadi subsidi langsung bersasaran untuk rumah tangga yang miskin dan rentan,” pungkasnya. (E-2)

Tinggalkan Balasan