IndonesiaDiscover –
PENGAMAT perbankan Arianto Muditomo memperkirakan utang luar negeri (ULN) pada pemerintah Presiden Prabowo Subianto akan terus melonjak. Itu, ujar dia, tergantung pada kebijakan fiskal, kebutuhan pembiayaan infrastruktur, dan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
“Selama Indonesia bergantung pada utang luar negeri untuk pembangunan, tren peningkatan utang luar negeri mungkin sulit dihindari dan diperkirakan akan terus meningkat,” ujar Arianto kepada Media Indonesia, Jumat (15/11).
Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III 2024 tercatat sebesar US$427,8 miliar atau senilai Rp6.787 triliun (kurs Rp15.865). Secara tahunan ULN tumbuh sebesar 8,3% year on year (yoy).
Ia mengungkapkan pembengkakan ULN Indonesia pada triwulan III 2024 disebabkan oleh pelemahan nilai tukar dolar AS, yang meningkatkan nilai utang dalam mata uang lokal. Selain itu, kebutuhan pembiayaan proyek strategis nasional dan defisit anggaran juga turut mendorong kenaikan ULN, didukung dinamika suku bunga global yang masih tinggi. Kondisi ini, tutur Arianto, menunjukkan bahwa faktor eksternal dan kebijakan fiskal pemerintah memainkan peran besar dalam peningkatan ULN.
“Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat berdampak pada stabilitas ekonomi jangka panjang,” terangnya.
Kendati demikian, pembengkakan ULN dianggap tidak selalu berbahaya jika dikelola dengan baik, dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) yang masih di bawah ambang batas aman yakni 29% dari PDB pada 2024. Selain itu, ia menambahkan utang yang digunakan untuk proyek produktif dapat mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Namun, lanjut Arianto, risiko dapat meningkat jika porsi utang jangka pendek menjadi besar atau dihadapkan pada kondisi pertumbuhan pendapatan negara tidak sejalan dengan peningkatan utang.
“Hal ini dapat membebani anggaran negara dalam pembayaran pokok dan bunga utang,” imbuhnya.
Arianto menegaskan pembengkakan ULN dapat dikendalikan jika pemerintah fokus mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri dengan mengoptimalkan penerimaan domestik, seperti perpajakan dan investasi langsung asing.
Selain itu, fokus diarahkan pada utang produktif yang berdampak langsung pada perekonomian. Diversifikasi mata uang dan menjaga stabilitas makroekonomi juga dianggap sebagai langkah strategis untuk memitigasi risiko di masa depan.
“Pembiayaan domestik melalui penerbitan obligasi dalam negeri dapat menjadi alternatif,” ucapnya. (H-3)