GURU Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso mengatakan penegakan hukum di Indonesia mesti berjalan dengan pengawasan penuh. Salah satunya, melalui eksaminasi kritis dari para ahli hukum.
Menurutnya, penilaian kritis berbasis akademis itu dinilai perlu, supaya penegakan hukum tetap dalam koridor.
“Kekeliruan dalam putusan hakim selalu mungkin terjadi, dan eksaminasi kritis ini penting sebagai pembelajaran bagi para penegak hukum,” kataTopo Santoso, dalam keterangan yang dikutip Rabu (16/10).
Hal itu diungkap dalam diskusi yang digelar Centre for Leadership and Law Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Agenda tersebut mengulas penanganan beragam perkara, salah satuny soal kasus yang menimpa mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming.
Hal yang sama diungkapkan pegiat antikorupsi Bambang Harymurti. Ia mendorong seluruh akademisi antikorupsi melakukan eksaminasi kritis secara maksimal dalam putusan perkara.
“(Eksaminasi) harus diketahui dan didengar oleh Mahkamah Agung yang berwenang memutus perkara pada peninjauan Kembali, agar mempunyai dampak hukum,” kata dia.
Bambang meminta seluruh pihak terkait berani bersuara sekaligus menyatakan sikap. Yakni, dengan mengirimkan pesan ke MA.
“Harusnya para ahli hukum dan eksaminator putusan berani menyusun dan mengirimkan pendapatnya sebagai ahli atau sebagai amicus curiae (sahabat pengadilan) kepada Mahkamah Agung,” lanjutnya.
Mardani Maming dijatuhi hukuman penjara dan denda atas dugaan menerima gratifikasi Rp118 miliar dari almarhum Henry Soetio, mantan Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara. (P-5)