Direktur Next Policy Yusuf Wibisono menilai banyaknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang jatuh bangkrut karena kalah saing dengan bank komersial dalam menyalurkan kredit mikro, serta takluk terhadap bank digital yang juga melakukan hal serupa.
Yusuf mencatat pada Desember 2021 jumlah BPR sebesar 1.468 unit, kemudian menurun menjadi 1.441 unit pada Desember 2022. Kemudian, pada Desember 2023 jumlah BPR kembali susut menjadi 1.402 unit. Hingga akhir tahun ini diperkirakan jumlah BPR yang bangkrut mencapai 20 unit, menurut perkiraan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kejatuhan BPR karena kalah bersaing dengan bank komersial yang lebih besar yang masuk ke segmen kredit mikro,” ujarnya kepada Media Indonesia, Senin (14/10).
Baca juga : LPS Pertahankan Suku Bunga Penjaminan Bank Umum 4,25%. Berapa untuk BPR?
“Persaingan di segmen kredit mikro ini juga semakin keras dengan masuknya pemain baru seperti bank digital dan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online,” tambahnya.
Yusuf juga menyampaikan penyebab lain banyak BPR ditutup karena kelemahan dalam tata kelola perusahaan yang baik (goo corporate governance/GCG), seperti banyaknya kasus fraud atau tindakan penyimpangan yang sengaja untuk menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, dan pihak lain.
“Fraud ini banyak terjadi dengan kasus penggelapan dana nasabah deposan oleh pemilik BPR,” jelasnya.
Baca juga : Tahun ini, LPS Ramalkan Ada Tujuh BPR Bangkrut
Dia menambahkan pada umumnya fraud yang terjadi pada BPR dengan bentuk koperasi open-loop, yaitu koperasi keuangan yang melayani tidak hanya anggotanya saja, tetapi juga masyarakat umum. Di titik ini, lanjut Yusuf, pemerintah mengizinkan keberadaan BPR dengan bentuk koperasi keuangan open-loop, namun dianggap tidak memiliki kemampuan pengawasan yang memadai.
Direktur IDEAS itu menegaskan untuk memperbaiki kinerja BPR-BPR ke depannya, perlu adanya konsolidasi BPR dan penguatan pengawasan dari OJK. Lalu, mewajibkan bentuk usaha BPR sebagai koperasi dan secara ketat mewajibkan BPR sebagai bank koperasi untuk hanya beroperasi melayani anggotanya saja, atau bank koperasi close loop. Ini karena pemilik, pengelola dan nasabah dari bank koperasi adalah anggota nya sendiri. Dengan kata lain, bank koperasi akan menjadi bank yang sepenuhnya berorientasi pada kepentingan anggota.
“Untuk saat ini menurut saya sebaiknya koperasi keuangan BPR dibatasi hanya koperasi closed loop,” ucapnya. (Ins)