IndonesiaDiscover –
SUTRADARA Agung Sentausa kembali ke dunia film panjang dengan “Sampai Nanti, Hanna!”, setelah sekian lama tidak terlibat dalam produksi layar lebar.
Menurut Agung, proyek ini menjadi momentum penting baginya setelah cukup lama tidak terlibat dalam produksi besar. “Kesempatan ini menjadi momentum untuk kembali dipercaya sebagai pendongeng dalam produksi besar. Walaupun tidak mudah karena sudah lama saya tidak mengarahkan film layar lebar, saya sangat antusias untuk menggarap film “Sampai Nanti, Hanna!”,” ungkap Agung.
Menciptakan Karakter dengan Dimensi yang Berbeda
Salah satu daya tarik utama bagi Agung dalam menyutradarai film ini adalah kompleksitas karakter-karakter yang ada. Menurutnya, setiap karakter dalam “Sampai Nanti, Hanna!” memiliki dimensi yang berbeda, tergantung situasi dan tempat mereka berada.
“Yang menarik bagi saya adalah bagaimana setiap karakter memunculkan dimensi yang berbeda tergantung tempat dan dengan siapa mereka berhadapan. Ini sangat relatable, karena setiap orang punya sisi yang berbeda-beda tergantung lingkungannya,” ujar Agung.
Agung juga menekankan bahwa film ini menggambarkan gejolak kehidupan anak muda, yang sering kali berhadapan dengan berbagai konflik dalam keluarga, percintaan, dan persahabatan.
“Setiap karakter dalam film ini mengalami pertumbuhan, dan proses pencarian jati diri ini sangat relateable dengan kehidupan banyak orang, terutama kaum muda. Mereka takut mengambil keputusan dan ragu untuk move on, sebuah refleksi dari proses hidup yang dihadapi banyak orang,” lanjutnya.
Proses Pemilihan dan Pengembangan Chemistry Para Pemeran
Dalam proses penyatuan para pemeran, Agung mengungkapkan bahwa tidak butuh waktu lama untuk menemukan komposisi yang tepat. Dengan aktor dan aktris berpengalaman seperti Febby Rastanty, Juan Bio One, dan Ibrahim Risyad, Agung merasa terbantu karena para pemain sudah memiliki kemampuan yang luar biasa.
“Prosesnya cukup mudah karena mereka semua adalah pemain film yang berpengalaman. Saya tidak perlu memberikan terlalu banyak pengarahan karena mereka bisa dengan cepat memahami peran mereka,” jelas Agung.
Namun, salah satu tantangan terbesar dalam film ini adalah membangun chemistry antara para pemeran, terutama karena film ini sangat fokus pada dinamika hubungan antar karakter.
“Casting sangat penting, karena chemistry menjadi kunci pertama dalam film yang berkisah soal relationship. Saya harus memastikan bahwa hubungan di antara para pemeran terasa nyata dan mendalam,” kata Agung.
Dia mengaku merasa gugup saat pertama kali berdiskusi dengan Febby, terutama karena perubahan gaya rambut pendek yang harus dijalani Febby untuk peran ini. “Saya ingin melihat bagaimana dia tampil dengan rambut pendek, dan ini adalah tantangan besar tidak hanya bagi saya, tetapi juga bagi Febby. Namun, dia melakukannya dengan sangat baik,” ungkap Agung.
Red Flag vs Green Flag: Tantangan dalam Casting Karakter
Agung juga menyinggung label “red flag” yang biasa dilekatkan pada karakter yang dimainkan Juan Bio One dan “green flag” pada Ibrahim Risyad, menyebut ini sebagai bagian dari tantangan yang harus dihadapi dalam casting. Agung menonton film-film sebelumnya yang dibintangi Febby, Bio, dan Ibrahim untuk memahami peran yang biasa mereka mainkan dan men-challenge mereka dalam film ini.
“Saya berharap dengan pembangunan chemistry yang baik, mereka bisa memberikan penampilan yang sesuai dengan harapan dalam “Sampai Nanti, Hanna!”,” kata Agung.
Dengan tantangan dalam karakterisasi dan casting yang begitu besar, Agung merasa bahwa film “Sampai Nanti, Hanna!” adalah film yang perlu ditonton semua orang. Selain menghadirkan kisah cinta yang kompleks, film ini menggambarkan gejolak hidup anak muda yang penuh dengan pencarian jati diri, pengambilan keputusan, dan keberanian untuk bertumbuh. (Z-3)