PARTAI politik kerap kali disebut sebagai anak kandung demokrasi. Menurut peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor, demokrasi yang sehat menjadi lahan subur bagi eksistensi partai politik karena menghadirkan prinsip kebebasan berpikir, berorganisasi, dan berkompetisi.
Artinya, partai politik menjadi faktor determinan terhadap kemajuan demokrasi. Ia menyebut partai politik sebagai episentrum maju mundurnya sistem demokrasi. Jika dikelola secara demokratis, partai politik bakal menghasilkan kader dengan mentalitas seorang demokrat.
“Oleh karena itu, memang nuansa internal parpol menjadi sebuah keharusan bagi kelanjutan demokrasi. Partai politik memiliki fungsi-fungsi yang compatible dengan demokrasi,” terangnya di Jakarta, Selasa (10/9).
Baca juga : Cita-Cita Reformasi Soal Demokrasi Dinilai Jauh Panggang dari Api
Hal itu disampaikan Firman dalam diskusi kelompok terpumpun atau focus group discussion (FGD) bertajuk Pembangunan Partai Politik dan Demokrasi Indonesia Emas 2024 dalam Perspektif Administrasi Publik yang digelar Ikatan Alumni Politeknik STIA Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta.
Setidaknya, Firman menyebut ada empat kuadran untuk membenahi partai politik di Indonesia demi menopang kehidupan demokrasi yang sehat. Keempatnya penting dilakukan dalam rangka menguatkan kelembagaan partai politik.
Pertama, kuadran internal-substansial. Dalam hal ini, penguatan internal partai politik harus dilakukan lewat penyuntikkan nilai dan ideologi ke kadernya. Bagi Firman, upaya ini dapat menghentikan paradigma menjadikan partai politik untuk kepentingan jangka pendek yang pragmatis.
Baca juga : PKB Ingatkan Suara Kritis di Luar Pemerintah agar tidak Dianggap sebagai Gangguan oleh Prabowo
“Kaderisasi is a must. Ada benchmark untuk kader bisa naik pangkat. Tanpa itu, partai politik akan sekadar menjadi pasar atau taksi gelap,” ujarnya.
Kuadran kedua, internal-prosedural. Firman menjelaskan, partai politik harus membangun satu prosedur yang jelas dan ditaati agar untuk keamanan para kader. Dengan demikian, pemecatan kader tak dapat dilakukan secara semenang-menang. Ia tak memungkiri bahwa selama ini, individu tertentu dalam partai memiliki kekuatan yang lebih besar terhadap aturan main.
Ketiga, kuadran eksternal-substansial. Menurutnya, lingkungan di luar partai politik harus tumbuh secara sehat. Fiman menilai, lingkungan yang permisif dan pragmatis tidak akan mendorong partai bergerak ke arah yang modern meskipun memiliki visi dan misi progresif.
Baca juga : Sidang Pendapat Rakyat: Pemilu 2024 adalah Pemilu Paling Berbahaya dan Mengancam Masa Depan NKRI
“Tidak ada dorongan menjadi naik kelas karena di lingkungan yang berpikirnya ecek-ecek. Pendidikan politik bagi masyarakat is a must, selain kemandirian ekonomi,” kata Firman.
Terakhir, kuadran eksternal-prosedural. Dalam konteks ini, Firman mendorong agar Indonesia memiliki undang-undang yang mengedepankan kemandirian partai politik. Selain itu, regulasi yang meluaskan partai melakukan pendidikan ke masyarakat juga diperlukan, di samping undang-undang yang mampu memangkas bayang-bayang oligarki.
(Z-9)