IndonesiaDiscover –
ISRAEL mengebom sasaran-sasaran Houthi di Yaman pada Minggu (29/9) dan melancarkan serangan udara lebih lanjut di Libanon. Tindakan ini memperluas konfrontasinya dengan sekutu Iran di wilayah tersebut, dua hari setelah membunuh pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah.
Serangan udara di Pelabuhan Hodeidah di Yaman merupakan respons terhadap serangan rudal Houthi ke Israel dalam beberapa hari terakhir. Kementerian Kesehatan yang dikelola Houthi mengatakan sedikitnya 4 orang tewas dan 29 lainnya luka-luka.
Serangan tersebut terjadi ketika Israel menyerang lebih banyak sasaran di Libanon. Pengeboman yang semakin intensif selama dua minggu menewaskan sejumlah pemimpin penting Hizbullah dan membuat ratusan ribu orang mengungsi.
Baca juga : Hizbullah Mengkonfirmasi Kematian Nasrallah
Kementerian Kesehatan Libanon mengatakan serangan Israel pada Minggu (29/9) menewaskan sedikitnya 105 orang, termasuk 32 orang di Ain Deleb di selatan, 33 orang di Baalbek-Hermel di timur laut, dan 14 petugas medis tewas dalam serangan udara selama dua hari terakhir.
Israel berjanji untuk terus melanjutkan serangannya. “Kita harus terus memukul keras Hizbullah,” kata kepala staf militer Israel Herzi Halevi.
Drone Israel melayang di atas Beirut semalaman dan hampir sepanjang Minggu (29/9). Ledakan keras dari serangan udara baru bergema di sekitar ibu kota Libanon.
Baca juga : Israel Klaim Habisi Nyawa Hassan Nasrallah
Hizbullah dan Israel saling baku tembak melintasi perbatasan sejak dimulainya perang di Gaza, yang dipicu oleh serangan militan Hamas pada 7 Oktober. Kelompok Houthi di Yaman melancarkan serangan sporadis terhadap Israel sepanjang waktu tersebut dan mengganggu pelayaran di Laut Merah.
Israel dengan cepat meningkatkan serangannya terhadap Hizbullah dua minggu lalu, menewaskan sebagian besar pemimpin kelompok tersebut. Menteri Pertahanan Israel kini sedang membahas perluasan serangan, untuk memberikan kesempatan warga Israel di wilayah utara kembali ke rumah mereka dengan aman.
Kematian Nasrallah memberikan pukulan yang sangat signifikan terhadap kelompok yang dipimpinnya selama 32 tahun dan diikuti dengan serangan roket baru Hizbullah ke Israel. Iran mengatakan kematiannya akan dibalas.
Baca juga : Diserang Israel, Hizbullah Janji Perpanjang Derita Pemukim Ilegal
Amerika Serikat (AS) telah mendesak penyelesaian diplomatik atas konflik di Libanon, tetapi juga memberi wewenang kepada militernya untuk memperkuat wilayah tersebut. Presiden AS Joe Biden menyebut perang besar-besaran di Timur Tengah dapat dihindari dengan dukungan semua pihak.
“Itu harus dilakukan,” katanya. Ia mengatakan akan berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Senator AS Mark Kelly mengatakan bom yang digunakan Israel untuk membunuh Nasrallah ialah senjata berpemandu seberat 900 kg buatan Amerika.
Baca juga : Nasrallah: Israel Melampaui Batas
Di Iran, tokoh-tokoh senior berduka atas kematian seorang anggota senior Garda Revolusi yang terbunuh bersama Nasrallah dan Teheran menyerukan pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai tindakan Israel. Sementara pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dipindahkan ke lokasi yang aman setelah pembunuhan Nasrallah tersebut.
Kematian pemimpin
Jenazah Nasrallah ditemukan utuh dari lokasi serangan Jumat (27/9). Hizbullah belum mengatakan waktu pemakamannya akan diadakan.
Nasrallah menjadikan Hizbullah sebagai kekuatan domestik yang kuat di Libanon dan membantunya menjadi tulang punggung jaringan kelompok sekutu Iran di dunia Arab. Beberapa warga Libanon berduka atas kematiannya pada Minggu (29/9).
“Kami kehilangan pemimpin yang memberi kami semua kekuatan dan keyakinan bahwa kami, negara kecil yang kami cintai ini, dapat mengubahnya menjadi surga,” kata wanita Kristen Libanon, Sophia Blanche Rouillard, sambil membawa bendera hitam untuk bekerja di Beirut.
Kementerian Kesehatan Libanon mengatakan lebih dari 1.000 warga Libanon tewas dan 6.000 lainnya terluka dalam dua minggu terakhir. Pemerintah mengatakan satu juta orang telah meninggalkan rumah mereka.
Di Beirut, beberapa keluarga pengungsi menghabiskan malam di Teluk Zaitunay. Mereka berada di restoran dan kafe di tepi pantai Beirut. Pada Minggu (29/9) pagi, keluarga-keluarga yang hanya membawa tas wol telah menggelar tikar untuk tidur dan membuat teh untuk diri mereka sendiri.
“Anda tidak akan bisa menghancurkan kami, apa pun yang Anda lakukan, seberapa banyak Anda mengebom, seberapa banyak Anda membuat orang terpaksa pindah, kami akan tetap di sini. Kami tidak akan pergi. Ini negara kami dan kami akan tetap tinggal di sini,” kata Francoise Azori, warga Beirut sedang jogging di area tersebut.
Program Pangan Dunia PBB memulai operasi darurat untuk menyediakan makanan bagi mereka yang terkena dampak konflik. Arab Saudi dan Prancis mengatakan mereka mengirimkan bantuan medis.
Aksi militer Israel
Militer Israel mengatakan pihaknya menyerang puluhan sasaran di Libanon termasuk peluncur dan gudang senjata serta mencegat delapan proyektil yang datang dari arah Libanon dan satu dari Laut Merah. Dikatakan juga bahwa puluhan pesawat Israel menyerang pembangkit listrik dan pelabuhan Ras Issa dan Hodeidah di Yaman, menuduh Houthi beroperasi di bawah arahan Iran dan bekerja sama dengan milisi Irak.
“Pesan kami jelas. Bagi kami, tidak ada tempat yang terlalu jauh,” kata Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.
Kematian Nasrallah mengakhiri dua minggu traumatis bagi Hizbullah, dimulai dengan peledakan ribuan perangkat komunikasi yang digunakan oleh anggotanya. Israel secara luas diasumsikan telah melakukan tindakan tersebut.
Persenjataan Hizbullah telah lama menjadi bahan perdebatan di Libanon, negara dengan sejarah konflik sipil. Kritikus Hizbullah di Libanon mengatakan kelompok tersebut secara sepihak telah menyeret negara tersebut ke dalam konflik dan melemahkan negara.
Namun, Pendeta Kristen, Patriark Maronit Bechara Boutros Al Rai, mengatakan pembunuhan Nasrallah telah membuka luka di hati masyarakat Libanon. Rai sebelumnya menyuarakan kritik terhadap milisi. (CNA/Z-2)