PEMERINTAH melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) mendorong agar industri perumahan nasional memiliki standarisasi kompetensi tenaga kerja dan perusahaan.
Sebab, pengembang atau developer tidak hanya berbicara tentang hal teknis.
“Sampai saat ini masih belum ada klasifikasi pengembang, developer tidak hanya soal teknis tapi ada pula aspekfinansial. Selama ini kita belum mengatur sampai ke titik itu,” ungkap Kasubdit Perencanaan Teknis dan Evaluasi Direktorat Rumah Umum dan Komersial RUK Kementerian PUPR Kreshnariza Harahap, dalam Diklat dan Sertifikasi Profesi DPD REI Jawa Barat belum lama ini.
Baca juga : KPK Memang Dinilai Cocok Bersikap Oposisi terhadap Pemerintah
Kreshnariza menjelaskan, ke depan ada amanat untuk melakukan sertifikasi kompetensi bagi SDM perusahaan pengembang.
“Saat ini memang terlalu mudah barrier to entry untuk mendirikan perusahaan pengembang. Patut diacungi jempol bahwa REI sudah menginisiasi sertifikasi untuk SDM perusahaan anggotanya,” tutur Kreshnariza.
Menurut Kreshnariza, Idealnya perusahaan pengembang properti memiliki tenaga ahli bersertifikat. Contoh sederhana adalah pembuatansiteplan dengan turunannya cashflow perusahaan.
Baca juga : Sering Ubah Syarat Usia Pejabat Timbulkan Ketidakpastian Hukum
“Ketika keliru buat siteplan, maka cashflow perusahaan akan berantakan. Ilmu properti sebaiknya disebarluaskan juga kepada pengambil kebijakan dan pemangku kepentingansektor perumahan. Supaya produk aturan yang diterbitkan sesuai dengan kondisi lapangan,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (LSP REI) Hendra Susanto menyampaikan, menghadapi tren industri properti nasional di masa depan, developer harus memperkejakan tenaga ahli berkompeten yang bersertifikat.
“Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah menginisiasi pelaksanaan kewajiban Sertifikasi dan Registrasi Pengembang Perumahan (SRP2). Ini sebuah langkah maju yang patut kitaapresiasi,” kata dia.
Baca juga : Pengamat: Pembentukan Kementerian Perumahan Butuh Ahli yang Tepat
Menurut Hendra, manfaat dari sertifikasi adalah untuk memastikan kompetensi tenaga kerja di bidang pekerjaan yang digelutinya. Pelaku usaha yang mempekerjakan karyawan berkompetendan bersertifikat tentu akan berdampak positif untuk meningkatkan performa dan kepercayaan stakeholder terhadap perusahaan.
Apalagi, kata dia, sejumlah negara sudah mempersyaratkan berbagai bidang usaha merekrut tenaga ahli bersertifikat.
“Di Indonesia memang penerapan persyaratan kompetensi belum banyak. Pemerintah memahami bahwa jika ketentuan tersebut diberlakukan, maka akan banyak angka pengangguran,” tegas Hendra.
Baca juga : Sinergi Ekosistem Pembiayaan Jadi Kunci Sukses Program 3 Juta Rumah
Kendati demikian, imbuh Hendra, saat ini sudah ada sejumlah bidang usaha yang mensyaratkan tenaga kerja berkompetendan berlisensi.
“Contohnya di industri keuangan perbankan. Di sejumlah sektor manufaktur dan pertambangan juga sudah mulai diterapkan,” tuturnya.
Meski sertifikasi belum jadi keharusan, Manajer Umum Kota Baru Parahyangan (KBP) Ruby Achir Rijanto mengaku tetap menjalani uji kompetensi yang digagas DPD REI Jawa Barat bersama LSP REI.
“Saya mengikuti uji kompetensi ini karena merupakanbagian dari tanggung jawab rutinitas pekerjaan sehari-hari. Saya bertanggung jawab dalam proses pembebasan lahan, melakukan Analisa bisnis, dan mengurus perizinan proyek,” ucap Ruby.
Ruby meminta sertifikasi kompetensi yang diterbitkan melaluiLSP REI juga mendapat pengakuan di kalangan dunia usaha.
Lebih jauh Ruby menginginkan agar sertifikasi oleh LSP REI juga mendapat pengakuan sebagai bagian dari produk kompetensi keahlian pembangunan perumahan.
“Sertifikasi bagi SDM pengembang ini agar bisa berlaku hal yang sama seperti sertifikasi kompetensi dari lembaga lainnya. Kalaumengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) saja ada kualifikasi keahlian yang bersertifikat, maka bisnis pengembang yang lebih kompleks dari usaha jasa konstruksitentunya juga harus berlaku hal yang sama,” ucap Ruby. (Z-10)