JURU Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengatakan mahalnya harga tiket maskapai Indonesia disebabkan harga avtur yang juga tinggi.
“Dari kajian kami dan pelaksanaan di lapangan memang demikian,” ucap Adita saat dihubungi pada Minggu (8/9).
Baca juga : Direstui Kemenhub, Sriwijaya Air-Nam Air-Citilink Kompak Naikkan Harga Tiket Pesawat
Lebih lanjut, Adita memaparkan bahwa kebutuhan daripada avtur sendiri mencapai angka hampir separuh dari komponen biaya operasional pesawat, yakni di angka 40%.
“Sehingga ini menjadi faktor yang mempengaruhi harga tiket. Sepanjang tidak menembus tarif batas atas (TBA) hal ini masih diperbolehkan,” ujar Adita.
Meski demikian, Adita menyampaikan bahwa Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kemenhub bersama dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan stakeholder terkait telah melakukan kajian terkait harga tiket pesawat.
Baca juga : YLKI Apresiasi Penurunan Tarif Pesawat
“Kajian tersebut menghasilkan rekomendasi dan usulan langkah yang perlu diambil baik secara jangka pendek maupun menengah guna menurunkan harga tiket pesawat angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi,” terangnya.
Perlu diketahui bahwa harga tiket yang dibayarkan masyarakat terdiri dari komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan (surcharge).
Rekomendasi jangka pendek akan lebih banyak terkait dengan komponen yang dapat dikendalikan oleh pemerintah, sedangkan jangka menengah hingga panjang adalah dengan melakukan peninjauan kembali terhadap Tarif Batas Bawah (TBB) dan Tarif Batas Atas (TBA).
Baca juga : Kemenhub Minta Maskapai Terapkan Tarif Ekonomi yang Terjangkau
Adapun kebijakan jangka pendek tersebut dapat dilakukan setidaknya dengan menerapkan 4 langkah berikut. Pertama, yaitu insentif fiskal terhadap biaya avtur, suku cadang pesawat udara, serta subsidi dari penyedia jasa bandar udara terhadap biaya PJP4U (pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara), ground handling throughput fee, subsidi/insentif terhadap biaya operasi langsung, seperti misalnya pajak biaya bahan bakar minyak dan pajak biaya suku cadang dalam rangka biaya overhaul atau pemeliharaan.
Kedua, mengusulkan penghapusan pajak tiket untuk pesawat udara sehingga tercipta equal treatment (kesetaraan perlakuan) dengan moda transportasi lainnya yang telah dihapuskan pajaknya, berdasarkan PMK Nomor 80/PMK.03/2012.
Ketiga, konstanta dalam formula perhitungan avtur. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.
Dan keempat, melaksanakan usulan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengajukan sistem multi provider (tidak monopoli) untuk supply avtur. Terkait dengan hal ini Kemenhub telah menulis surat kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi berisi saran dan pertimbangan tentang multi provider BBM penerbangan. Hal ini ditujukan untuk mencegah praktik monopoli, serta mendorong implementasi multi provider BBM penerbangan di bandar udara, sehingga diharapkan tercipta harga avtur yang kompetitif.
Sedangkan untuk jangka menengah hingga jangka panjang dapat dilakukan dengan meninjau kembali formulasi TBA yang berlaku saat ini. Hal ini karena adanya perubahan kondisi pasar yang perlu diakomodir dengan baik, khususnya komponen biaya operasi langsung maupun tidak langsung, yang berdampak pada keselamatan penerbangan dan keberlanjutan layanan transportasi udara. (H-3)