IndonesiaDiscover –
KETUA Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan kinerja industri perbankan hingga Maret 2024 terjaga baik. Hal ini terlihat dari pertumbuhan kredit perbankan yang mencapai 12,4% secara tahunan atau year on year (yoy) pada kuartal I 2024. Ini disampaikan Mahendra dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) II 2024 secara virtual, Jumat (3/5).
“Kinerja industri perbankan Indonesia per Maret 2024 terjaga stabil didukung kredit yang tumbuh 12,40% yoy atau sebesar Rp7.244 triliun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit modal kerja sebesar 12,30% yoy,” ungkapnya.
Sejalan dengan pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga (DPK) juga tercatat tumbuh menjadi 7,44% yoy atau sebesar Rp8.601 triliun dengan giro yang menjadi kontributor terbesar yaitu tumbuh 9,37% yoy.
Baca juga : Komisi XI DPR Dukung Akses Kredit Guna Pertumbuhan UMKM di Tangerang
Mahendra juga menyampaikan likuiditas perbankan pada Maret 2024 juga terjaga. Rasio alat likuid terhadap non-core deposit (ALINCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing tercatat sebesar 121,05% dan 27,18%.
“Angka ini masih jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%,” ujar Bos OJK itu.
Untuk rasio non-performing loan (NPL) gross atau total kredit yang bermasalah, termasuk bunga yang belum dibayar dan biaya lainnya sebesar 2,25%. Sementara, rasio non performing loan (NPL) nett atau jumlah kredit bermasalah yang telah dikurangi cadangan kerugian yang dialokasikan oleh bank tercatat sebesar 0,77%.
Baca juga : Perbankan Nasional Masih Solid di Era Tingginya Suku Bunga
Mahendra menegaskan dalam rangka menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan meningkatkan peran sektor jasa keuangan bagi pertumbuhan ekonomi nasional, OJK akan tetap mencermati perkembangan risiko pasar lembaga jasa keuangan (LJK) dan juga pembiayaan ke sektor-sektor yang memiliki eksposur tinggi terkait dampak peningkatan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
“Disamping itu, OJK terus melakukan pengawasan secara optimal untuk memastikan bahwa risiko nilai tukar maupun suku bunga terhadap masing-masing LJK dapat termitigasi dengan baik,” pungkasnya. (Z-8)