IndonesiaDiscover –
KOMISIONER Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 2018-2021, Agung Harsoyo, mendukung dan mengapresiasi langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang menjalankan aturan secara konsisten terhadap seluruh pihak yang ingin mengajukan izin penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia tanpa terkecuali. Hal ini termasuk untuk Starlink dalam mengajukan izin penyelenggara jasa telekomunikasi.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi memastikan untuk bisa beroperasi di Tanah Air, Starlink yang merupakan perusahaan besutan Elon Musk harus memenuhi semua regulasi yang berlaku di Indonesia. Tujuannya demi menciptakan iklim persaingan yang sehat. Salah satu regulasi yang harus kantongi adalah izin penyelenggara jasa telekomunikasi.
Sebelum mendapatkan izin tersebut, perusahaan harus memenuhi uji layak operasi (ULO) yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo. Sementara syarat untuk dapat lolos ULO Kominfo, Starlink harus memiliki NOC, server, hub, NMS (Network Monitoring System), remote, stasiun bumi, Autonomous System (AS) Number, IP No, dan kerja sama dengan penyelenggara NAP. Hingga saat ini beberapa persyaratan untuk mendapatkan izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi tersebut belum dapat dipenuhi oleh Starlink.
Baca juga : Elon Musk Setuju Buka Akses Starlink di Gaza yang Dibombardir Israel
Meski ada tekanan dari beberapa pihak untuk dapat mempercepat keluarnya izin penyelenggara telekomunikasi kepada Starlink, Kemenkominfo melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika belum dapat melakukan ULO tersebut sampai seluruh persyaratan yang diminta telah dipenuhi oleh Starlink.
Agung menilai apa yang dilakukan oleh Komenkominfo tersebut bertujuan untuk memastikan seluruh persyaratan pengajuan izin penyelenggara jasa telekomunikasi sudah terpenuhi. Lanjut Agung, semua persyaratan yang diminta sebelum dilakukan ULO bukan sesuatu yang dibuat-buat oleh Komenkominfo.
Justru jika salah satu persyaratan sebelum ULO tidak terpenuhi dan izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi diberikan kepada Starlink, Kominfo akan dianggap abai dan mengorbankan kepentingan masyarakat, industri, serta negara di masa mendatang.
Baca juga : Starlink Tunjukkan Minat Buka Usaha di Indonesia
“Seluruh persyaratan yang diminta sebelum dilakukan ULO semata-mata untuk melindungi masyarakat, melindungi kepentingan nasional Indonesia dan untuk melindungi industri telekomunikasi,” ujar Agung dalam siaran persnya.
Sebab tanpa adanya NOC, server, hub, NMS, remote, stasiun bumi, Autonomous System (AS) Number, IP No di Indonesia serta kerja sama dengan penyelenggara NAP, mustahil penegak hukum Indonesia akan dapat melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana yang menggunakan layanan Starlink.
Sebaliknya, dengan adanya NOC dan NMS di Indonesia (bukan hanya sebagai dummy), akan mendukung lawful intercept. Sehingga datanya tidak langsung ke NOC Starlink di Amerika. Selain itu perlindungan terhadap konsumen di Indonesia dapat tercapai.
Baca juga : 2024, KKP bakal Gunakan Satelit Starlink Milik Elon Musk
“Dengan kondisi geopolitik yang sangat tak menentu seperti saat ini justru harus membuat pemerintah dapat memastikan seluruh penyelenggara jasa telekomunikasi memenuhi regulasi yang berlaku. Terlebih lagi masih adanya gerakan separatis di Papua, membuat penting dan sangat strategis untuk menggunakan IP address Indonesia. Tujuannya agar penegak hukum di Indonesia dapat melalukan lawful interception terhadap seluruh kegiatan yang mengancam kedaulatan NKRI dan seluruh kegiatan kriminal yang menggunakan Starlink,” terang Agung.
Meskipun Starlink sudah memiliki izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi, untuk menjaga dan memastikan industri telekomunikasi nasional dapat terjaga, Agung meminta agar nantinya dalam melakukan penjualan produknya, Starlink harus melalui penyelenggara jasa telekomunikasi nasional.
“Langkah Kemekominfo terdahulu hanya memberikan izin Starlink menjual layanannya kepada penyelenggara jasa telekomunikasi sudah tepat. Ke depannya Starlink tinggal menambah kemitraan dengan penyelenggara jasa telekomunikasi lainnya yang sudah tergabung dalam APJII. Sebab penyelenggara jasa telekomunikasi sudah memiliki infrastrktur dan mengetahui karakteristik konsumen di Indonesia,” pungkas Agung. (B-3)