“Karena ini yang kami butuhkan untuk tetap menjalankan usaha dan menciptakan produktifitas ekonomi semaksimal mungkin di masa transisi yang memiliki persepsi uncertainty iklim usaha tinggi,” kata Shinta W. Kamdani kepada IndonesiaDiscover.com, Rabu (14/2).
Oleh karena itu, pihaknya menekankan agar para stakeholders yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional hingga Tempat Pemungutan Suara (TPS) bisa bekerja secara jujur dan profesional untuk memastikan tidak ada kecurangan, kebocoran, atau manipulasi suara.
“Dengan demikian, trust terhadap proses pemilu bisa lebih tinggi dan hasil pemilu bisa dihormati dan diterima secara sportif oleh semua pihak, termasuk calon-calon yang belum terpilih,” ujarnya.
“Kalau pun nanti ada keraguan terhadap proses atau hasil pemilu, kami rasa Indonesia sudah memiliki mekanisme hukum untuk menyelidiki dan memediasi potensi masalah-masalah tersebut,” tambahnya.
Bagi pelaku usaha, investor dan pelaku pasar, Shinta mengungkapkan pada umumnya pemilu yang lancar dan tertib tanpa gangguan sosio-politik, trustworthy, kredible dan diterima hasilnya oleh semua pihak adalah kondisi ideal yg sangat sangat dibutuhkan.
Utamanya, untuk memaksimalkan kegiatan usaha, investasi, perdagangan dan transaksi-transaksi lain yang mempengaruhi pertumbuhan penerimaan usaha, lapangan kerja, hingga pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Apabila ada gangguan sedikit saja terkait proses pemilu ini, entah kerusuhan, hasil pemilu yang tidak diterima masyarakat secara luas, disangsikan kredibilitas atau legitimasinya, tingkat kepercayaan dan confidence pelaku pasar untuk melakukan kegiatan usaha dan transaksi-transaksi ekonomi akan menjadi sangat rendah,” ungkapnya.