
IndonesiaDiscover.com – Pemerintah Indonesia mencanangkan akan menurunkan target bauran energi terbarukannya, sebagaimana yang tertuang dalam RPP Kebijakan Energi Nasional.
Rancangan Peraturan Pemerintah yang sedang disusun oleh Dewan Energi Nasional tersebut akan menurunkan bauran energi terbarukan dari awalnya 23 persen pada tahun 2025 menjadi hanya 17-19 persen.
Informasi tersebut kemudian diperkuat dengan terbitnya dokumen Energy Compact Indonesia di laman United Nation, yang menyebutkan target 23 persen yang harusnya dicapai pada 2025 malah mundur pada tahun 2029.
Dilansir dari Instagram @iesr.id pada Kamis (8/2), target bauran energi terbarukan 2025 turun dari 23 persen menjadi 17-19 persen, sedangkan tahun 2030 19-21 persen, tahun 2040 38-40 persen, 2050 58-61 persen, dan tahun 2060 70-72 persen.
Institute for Essential Services Reform (IESR) menanggapi bahwa langkah pemerintah untuk menurunkan target bauran energi terbarukan khususnya target tahun 2025 dan 2030 bertentangan dengan call for action global.
“Itu sebenarnya menurut kami adalah pengingkaran terhadap komitmen kita mencapai Net Zero Emission (NZE) tahun 2060,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR dalam bincang Pojok Energi, Rabu (7/2).
Baca Juga: Populi Center Sebut Masuknya Ara ke TKN Prabowo Gibran Jadi Tambahan Energi Baru
Jika pemerintah menargetkan NZE tahun 2060, kata Fabby Tumiwa, Indonesia harus mencapai 40-45 persen bauran energi terbarukan di 2030 atau sekitar 60 GW, lebih besar dari target RPP Kebijakan Energi Nasional yang sekarang.
Sebagai konsekuensinya, seluruh penggunaan energi batu bara harus distop sampai tahun 2045, jika Indonesia tidak ingin ketinggalan ketika dunia sedang berlomba-lomba menaikkan bauran energi terbarukan mereka.
Baca Juga: Jargas Ciptakan Efisiensi Subsidi dan Implementasi Energi Transisi Ramah Lingkungan
Indonesia akan mengalami kesulitan jika terus memundurkan targetnya untuk mencapai NZE 2060, karena dalam perjalanan mencapai target tersebut terdapat picking emission.
“Emisi kita kan sampai hari ini masih naik. Nah dalam jalurnya itu ada namanya picking emission, nah picknya (puncaknya) kapan? Kalau kita mengikuti laporan IPCC yang 1,5 derajat, picking global itu harus terjadi antara 2025-2028,” kata Fabby Tumiwa.