Sobat Pesona mungkin ada yang belum tahu kalau kota Bukittinggi pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa pemerintahan Darurat Republik Indonesia selama kurang lebih 7 bulan. Bahkan, kota ini juga pernah menjadi ibu kota Provinsi Sumatera secara keseluruhan dan Provinsi Sumatera Tengah.
Pusat pemerintahan saat itu terletak di sebuah kawasan yang menjadi marka tanah kota Bukittinggi, yaitu Jam Gadang. Bahkan, bisa dikatakan Jam Gadang adalah salah satu saksi bisu perjalanan bangsa Indonesia, yaitu mulai dari era penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, hingga kemerdekaan yang masih eksis sampai saat ini.
Jam Gadang adalah menara jam yang menjadi ikon kota Bukittinggi. Tahukah Sobat Pesona jika Jam Gadang digerakkan secara mekanik oleh mesin yang didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda? Mesin tersebut hanya diproduksi 2 unit saja, unit yang setipe masih dipakai sampai sekarang di menara Big Ben yang berada di kota London, Inggris. Menara Jam Gadang memiliki 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm di setiap sisinya.
Jika Sobat Pesona amati, pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Recklinghausen. Benhard Vortmann adalan nama pembuat jam, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Jam Gadang mulai dibangun pada 1926-1927 atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, sekretaris atau controleur kota Fort de Kock (sekarang dikenal dengan kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Jamnya sendiri merupakan hadiah dari Ratu Belanda, Wilhelmina. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto dari Koto Gadang, sementara pelaksana pembangunan adalah Haji Moran dengan mandornya Sutan Gigi Ameh.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat, di atasnya terdapat patung ayam jantan menghadap ke arah timur. Kemudian pada masa pendudukan Jepang, bentuk atap diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk atap gonjong.
Jika Sobat Pesona ingin menikmati pesona Jam Gadang, waktu yang tepat untuk berkunjung adalah pada saat senja. Sebab suasana saat itu bisa memberikan kesan syahdu yang mendalam. Warna matahari yang kemerahan berpadu dengan warna lampu sekitar Jam Gadang membuat pemandangan menjadi lebih menarik.
Berikut ini 3 hal yang wajib dilakukan saat Sobat Pesona wisata di Jam Gadang.
1 | Menyusuri Taman Monumen Proklamator Bung Hatta
Sobat dapat berjalan menyusuri Taman Monumen Proklamator Bung Hatta yang letaknya tidak jauh dari jam Gadang jika ingin menikmati suasana yang lebih sepi dan sedikit menjauh dari keramaian. Jangan lupa juga untuk mampir ke museum Rumah Kelahiran Bung Hatta jika Sobat ingin menambah wawasan akan sejarah perjuangan bangsa.
2 | Menikmati Kuliner Khas Bukittinggi
Setelah berkeliling taman, menikmati Nasi Kapau yang merupakan kuliner khas Bukittinggi adalah pilihan yang tepat. Warung Nasi Kapau yang bertebaran hampir di setiap sudut taman Jam Gadang dijamin akan menggugah selera makan Sobat Pesona. Buat yang belum tahu perbedaan antara Nasi Kapau dengan Nasi Padang, pertama adalah ada satu jenis hidangan khas dalam Nasi Kapau, yaitu Gulai Tambunsu. Gulai Tambunsu adalah gulai di mana telur dan tahu diolah dan dibungkus dalam usus sapi. Kedua, sayuran dalam Nasi Kapau biasanya adalah kol dan kacang panjang, berbeda dengan Nasi Padang yang menyediakan daun singkong rebus. Terakhir yang membedakan Nasi Kapau dengan Nasi Padang adalah posisi penjual Nasi Kapau lebih tinggi ketimbang pembeli, itu sebabnya ia dilengkapi dengan sendok bertangkai panjang untuk mempermudah menjangkau lauknya.
Harga seporsi Nasi Kapau berkisar antara Rp25.000,- hingga Rp35.000,- tergantung dari lauk yang dipilih sebagai teman nasi dan Gulai Tambunsu. Tentu saja, Sobat Pesona bisa menambah lauk sesuai dengan kapasitas perut. Setelah makan Nasi Kapau, Sobat Pesona juga dapat mencicipi Es Ampiang Dadiah dan bercengkrama dengan orang terdekat sembari menikmati air mancur menari yang berada dikawasan Jam Gadang.
Es Ampiang Dadiah seharga Rp15.000,- ini terbuat dari yogurt tradisional khas Minang atau yang biasa disebut dadiah yaitu susu kerbau yang difermentasi di dalam batang bambu. Perpaduan antara asamnya dadiah, manisnya gula jawa, taburan kelapa parut dan ampiang/emping beras sangat tepat untuk menikmati senja di Jam Gadang.
3 | Berfoto ria dengan gaya andalan
Untuk Sobat Pesona yang eksis di Instagram, rasanya belum lengkap kalau tidak berfoto di Jam Gadang dari berbagai sisi. Banyaknya atraksi dan aktivitas masyarakat sekitar yang berlalu lalang di area Jam Gadang membuat foto yang Sobat tangkap akan semakin berwarna. Jangan lupa untuk setting kamera agar hasil jepretan fotomu makin kece, ya!
Sudah enggak sabar merasakan keseruan di Jam Gadang? Yuk, dukung upaya pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dengan vaksinasi dan menerapkan protokol kesehatan 6M, mulai dari menggunakan masker dengan benar, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, membatasi mobilitas, dan menghindari makan bersama supaya aktivitas berwisata nanti tetap aman dan nyaman!I
Informasi tentang keseruan lain saat berwisata #DiIndonesiaAja, bisa Sobat Pesona dapatkan dengan cara follow akun IG @pesonaid_travel, Facebook: @pesonaid_travel dan kunjungi website www.indonesia.travel.