Indonesia Discover –
Peresmian gedung Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Bogor, Minggu, (09/04), disebut seorang jemaat, tidak sepatutnya dianggap sebagai bagian dari penyelesaian atas sebuah ketidakpatuhan hukum seorang pejabat publik terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Seorang jemaat dan mantan Juru Bicara GKI Yasmin, Bona Sigalingging melanjutkan, gedung gereja yang diresmikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD, Mendagri Tito Karnavian dan Wali Kota Bogor Bima Arya itu berada di wilayah yang berbeda dengan yang sebelumnya.
“Bahwa gereja yang diresmikan oleh Wali Kota Bima Arya adalah bukan gereja yang dimaksud dalam IMB Nomor 645.8 – 372 tahun 2006 tertanggal 13 Juli 2006 yang keabsahannya dikuatkan oleh putusan-putusan pengadilan hingga Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap Nomor 127 PK/TUN/2009 tertanggal 9 Desember 2010,” kata Bona dalam keterangan pers yang diterima BBC News Indonesia, Senin (10/04).
Gedung GKI Yasmin yang diresmikan itu berjarak sekitar satu kilometer (dekat RS Muhammadiyah Bogor) dari area sebelumnya (di dekat RS Hermina Bogor), di Jalan KH Abdullah bin Nuh, Bogor.
Bona menegaskan, area Gereja GKI Yasmin yang lama sampai saat ini masih tidak diperkenankan dibuka untuk rumah ibadah.
“Bahwa negara seharusnya menegakkan hukum dan konstitusi tanpa kecuali, dan bukan melakukan permakluman-permakluman publik dengan dalih apapun padahal sejatinya semua yang ditampilkan dalam ‘acara peresmian’ tersebut adalah sebuah contoh kegagalan negara dalam melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, seperti yang dulu sering diajarkan dalam mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP),” ujar Bona.
Ibadah via daring dan rumah ke rumah
Di tengah peresmian tersebut, sekelompok jemaat GKI Yasmin yang menolak relokasi, mengaku tidak dilibatkan dalam pembahasan penyelesaian konflik yang terjadi.
“Dalam perkembangan terakhir, jemaat seperti kami tidak dilibatkan dalam pembahasan mengenai penyelesaian dan perkembangan terakhir,” ujar seorang jemaat yang tidak mau disebutkan namanya kepada BBC News Indonesia.
Sebagian dari mereka pun melakukan ibadah secara daring (via YouTube) dan di rumah jemaat. Sebagai contoh, katanya, mereka yang biasa hadir ke GKI Yasmin itu melaksanakan ibadah Jumat Agung dan Paskah dari rumah ke rumah jemaat.
“Lebih tepatnya ini ya jemaat yang tersisa dari proses panjang perjuangan. Ibadah Jumat Agung kami, dilayani Ibu Ira Imelda dari GKP. Ibadah Paskah kami, dilayani oleh Pendeta Yudith Tompah (GMIST),” katanya.
Dia dan sebagian jemaat menegaskan menolak peresmian GKI Yasmin karena berada di lokasi berbeda. “Gereja induk menerima hibah tanah dari Pemkot Bogor, yang berlokasi bukan di KH Abdullah Bin Nuh Kav. 31 (yang selama belasan tahun itu diperjuangkan), dan menganggapnya sebagai penyelesaian Kasus Yasmin,” ujarnya.
Diresmikan pemerintah pusat
Gedung Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin akhirnya diresmikan setelah lebih dari satu dekade izin pembangunnya terkatung-katung.
Peresmian ini dihadiri Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Wali Kota Bogor Bima Arya.
Dalam jumpa pers, Bima Arya mengatakan peresmian gedung GKI Yasmin – bertepatan dengan hari Paskah – menjadi akhir membahagiakan semua warga, khususnya jemaat.
Bima mengungkapkan selama kurang lebih 15 tahun, pihaknya telah mencurahkan energi dan konsentrasi untuk menyelesaikan konflik izin pembangunan GKI Yasmin, seperti dikutip dari Kompas.com.
Peresmian ini, kata dia, bukti dari komitmen pemerintah Kota Bogor untuk memastikan hak bagi warganya untuk beribadah.
“Rasa penyesalan, rasa kebahagiaan. Menyesal tidak menyelesaikan konflik ini secara cepat. Memohon maaf karena terlambat 15 tahun. Tetapi kita bahagia setelah 15 tahun wujudnya happy ending,” ujarnya.
Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan peresmian gedung GKI Yasmin sebagai bentuk kehadiran negara.
“Tetapi, semua cara bisa ditempuh agar negara selalu hadir untuk menjamin kebebasan warga negara, memeluk agama dan beribadah menurut agamanya masing-masing,” kata Mahfud MD di lokasi peresmian, Jalan Abdullah Bin NuhKota Bogor, Jawa Barat, Minggu (09/04).
Apa yang terjadi dalam dua tahun terakhir?
Sebelumnya, seorang pengurus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Bona Sigalingging (mantan Juru Bicara GKI Yasmin), menuding Wali Kota Bogor Bima Arya melakukan “kebohongan publik” karena mengatakan kasus GKI Yasmin sudah selesai setelah menghibahkan lahan baru untuk pembangunan gereja.
“Klaim yang dinyatakan Bima Arya bahwa dia telah berprestasi menyelesaikan kasus GKI Yasmin yang sudah 15 tahun itu adalah sebuah kebohongan publik. Tidak benar bahwa kasus tersebut telah selesai,” kata Bona dalam konferensi pers virtual, Selasa (15/06/2021), sebagaimana dikutip Kompas.com.
Bona mengatakan penyelesaian kasus GKI Yasmin dapat dilakukan melalui implementasi putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 127 PK/TUN/2009 tanggal 9 Desember 2010 dan rekomendasi Ombudsman RI tentang GKI Yasmin tahun 2011.
“Yang paling gampang untuk menilai selesai atau tidaknya kasus GKI Yasmin adalah apakah IMB gereja GKI Yasmin sebagai dikatakan dalam putusan Mahkamah Agung tingkat peninjauan kembali yang juga disinggung dalam rekomendasi wajib Ombudsman RI 2011 itu sudah kembali berlaku,” kata Bona.
Sesuai keputusan Mahkamah Agung, izin mendirikan bangunan (IMB) GKI Yasmin adalah sah dan wajib dijalankan. Hal ini sesuai dengan rekomendasi wajib Ombudsman RI. Dengan putusan itu, pembangunan GKI Yasmin harus berada di lokasi yang lama.
Sebelumnya, Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengklaim Pemkot Bogor, GKI Yasmin, dan pihak-pihak terkait telah sepakat untuk mengambil penyelesaian konflik ini dengan jalan relokasi dari lahan sebelumnya di dekat RS Hermina Bogor ke lahan seluas 1.668 meter persegi, di dekat RS Muhammadiyah Bogor.
Kedua tempat ini berjarak sekitar satu kilometer dan masih di Jalan KH Abdullah bin Nuh, Bogor.
“15 tahun kita sama-sama mencurahkan energi dan konsentrasi atas usaha untuk menyelesaikan konflik yang terus menjadi duri dari toleransi kita, keberagaman kita dan persaudaraan kita semua,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya menyebut saat jumpa pers di GKI, Jalan Pengadilan, Pabaton, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (13/06).
Bima menambahkan, setidaknya ada 30 pertemuan resmi dan 100 pertemuan informal yang digelar untuk mencari ujung penyelesaian konflik ini.
Serah terima hibah lahan baru ini dihadiri oleh Bima Arya, pendeta GKI Yasmin Tri Santoso, Ketua FKUB Kota Bogor Hasbullah, dan Ketua MUI Kota Bogor Mustofa Abdullah.
Keputusan merelokasi Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin yang telah mendapatkan legalitas hukum setelah 15 tahun dalam lingkaran konflik disebut aktivis dapat berimbas ke kasus-kasus kebebasan beragama lainnya. Relokasi, menurutnya, adalah solusi politik yang mengkhianati prinsip negara hukum.
Terkait hal itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor membantah disebut tidak menjalankan putusan pengadilan dan menyebut keputusan relokasi berdasarkan permintaan dari pihak GKI dan juga kesepakatan bersama.
Pihak GKI sinode wilayah Jawa Barat mengakui bahwa relokasi bukan merupakan solusi ideal dari sisi penegakan hukum, melainkan “solusi kompromi” dan “realistis”.
‘Pengkhianatan atas hukum tertinggi’
Jalan tengah penyelesaian konflik kebebasan beragama GKI Yasmin melalui relokasi disebut sebagai solusi politik yang mengabaikan putusan hukum tertinggi di Indonesia, yaitu Mahkamah Agung.
“Ini bisa berimplikasi negatif ke depan, ke kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama lainnya karena putusan hukum diabaikan akibat ada tarik menarik kepentingan untuk kemudian memuaskan kelompok paling besar yang jadi penentang,” kata Wakil ketua Setara Institute, organisasi yang memperjuangkan kebebasan beragama, Bonar Tigor Naipospos, kepada BBC News Indonesia, Senin (14/06).
Mahkamah Agung (MA) melalui keputusan Nomor 127 PK/TUN/2009 tanggal 9 Desember 2010 menyatakan bahwan IMB yang dimiliki GKI Yasmin sah. Artinya, pembangunan serta pelaksanaan ibadah dapat dilakukan di tempat tersebut, kata Tigor.
Selain itu, Ombudsman RI juga sudah mengeluarkan rekomendasi wajib yaitu agar Pemkot Bogor membatalkan keputusan pencabutan IMB GKI Yasmin.
“Kecuali kalau kasus GKI Yasmin tidak pernah melalui proses hukum, akhirnya musyawarah yang dikedepankan. Tapi ini sudah sampai ke hukum tertinggi di Indonesia yaitu MA yang harus dipatuhi oleh semua pihak,” kata Tigor.
“Indonesia dinyatakan dengan tegas sebagai negara hukum. Ketika hukum tidak dipatuhi, kita mengkhianati sendiri prinsip tersebut, hukum tertinggi dan pengingkaran atas cita-cita dan konstitusi Indonesia,” tambah Tigor.
‘Bukan solusi ideal, tapi ini kompromi maksimum’
Sekretaris 1 Badan Pekerja Majelis GKI sinode wilayah Jawa Barat, Pendeta Darwin Darmawan, mengakui bahwa relokasi bukan merupakan solusi ideal dari sisi penegakan hukum.
“Tapi ini adalah solusi kompromi maksimum, optimum, dan realistis yang bisa kita jalani, dan kita optimis,” kata Darwin.
Darwin menjelaskan, keputusan itu diambil dengan banyak pertimbangan yang salah satunya adalah masih adanya luka yang dirasakan beberapa orang di lokasi yang lama.
“Proses memperjuangkan kebenaran, memperjuangkan konstitusi sudah kita lakukan. Dalam perjalannya ada luka-luka yang ditimbulkan, kalau kita paksakan tetap di tempat itu ada orang-orang yang belum bisa menerima dan rasanya juga tidak ideal,” katanya.
Darwin memahami kegelisahan dan ketakutan dari aktivis kebebasan beragama akan potensi preseden buruk yang muncul dari kompromi ini.
“Tapi, solusi hukum tidak selalu operasional karena perlu disertai legitimasi sosial dan kultural, kita perlu menunjukkan sebagai bangsa yang toleran,” kata Darwin.
GKI Yasmin telah berjuang 15 tahun dalam proses yang tak berujung, melelahkan, dan menghambat pembangunan bangsa yang selalu tercoreng dengan kasus ini. Kini, kata Darwin, saatnya menatap masa depan.
“Dengan segala hormat mungkin ada teman-teman yang kecewa tapi kita perlu maju terus membangun bangsa ini, tanpa kemudian tidak bergerak kemana-mana, dan seakan-akan semua buruk padahal ada narasi-narasi baik juga di Kota Bogor,” kata Darwin.
‘Win-win solution’
Ketua Forum Komunikasi Muslim Indonesia (Forkami), Achmad Iman, adalah salah satu pihak yang menolak pembangunan GKI Yasmin di lokasi awal. Dia mengatakan relokasi adalah solusi terbaik bagi kedua pihak.
Menurut Iman, terdapat tiga opsi yang ditawarkan Bima Arya. Pertama, pembangunan GKI di tempat yang lama. Namun, opsi ini dikhawatirkan berpotensi menimbulkan gesekan sosial kembali.
Opsi kedua adalah pembangunan gereja dan masjid di lahan yang sama, namun solusi ini ditolak oleh kedua pihak, kata Iman.
Opsi terakhir adalah relokasi, “saya apresiasi pilihan itu karena yang paling memungkinkan dan tidak menimbulkan permasalahan. Ini adalah win-win yang dicapai,” kata Iman kepada wartawan Radeva Pragia Bempah yang melaporkan kepada BBC News Indonesia, Senin (14/06).
Iman menegaskan, penolakan pembangunan gereja di lahan yang lama bukan karena atas dasar anti-gereja.
“Tapi kami anti penipuan dan pemalsuan tanda tangan, itu yang kami lawan,” kata Iman.
Iman menegaskan, Bogor adalah kota yang toleran dan beragama, setiap tempat ibadah boleh berdiri namun harus melalui proses perizinan yang benar.
“Sebenarnya masalah GKI Yasmin dulu itu adalah masalah pelanggaran hukum, tapi mereka sendiri yg membesar-besarkan seolah mereka terintimidasi,” tutupnya.
Pemkot Bogor telah jalankan putusan pengadilan
Terkait dengan tudingan tidak mematuhi putusan pengadilan, Pemerintah Kota Bogor membantah hal tersebut.
Kepala Bagian Hukum dan HAM Pemkot Bogor Alma Wiranta menegaskan, pemkot telah menjalankan putusan pengadilan yaitu mengembalikan IMB tersebut.
“Kita sudah mencabut pembatalan tersebut. Artinya IMB sudah dikembalikan, tapi memang dari GKI sendiri yang tidak ingin di situ dibangun lagi sehingga di tempat lain,” kata Alma.
“Ini bahasa dari mereka, buat apa pak, kami ibadah di sana tapi tidak membuat nyaman, lebih baik kami mencari tempat yang nyaman, lalu mereka meminta di mana pak, lalu kami menyediakan lahan di situ, ya sudah selesai,” tambah Alma.
Alma menegaskan, lahan lama tetap milik dari GKI yang kemudian direncanakan akan dibangun untuk fasilitas umum.
Komitmen Pemkot Bogor
Selama 15 tahun dalam lingkaran konflik, masalah GKI Yasmin terselesaikan melalui pemberian lahan hibah seluas 1.668 meter persegi di lahan yang berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi sebelumnya.
“15 tahun kita bersama-sama mencurahkan energi dan konsentrasi atas usaha menyelesaikan konflik yang terus menjadi duri dari toleransi. Banyak proses yg sudah dilalui. Dalam catatan kami, paling tidak ada sekitar 30 pertemuan resmi dan 100 lebih pertemuan informal untuk mencari ujung penyelesaian,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya.
Solusi itu dicapai dengan melibatkan mulai dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), DPRD Kota Bogor, Aparatur Pemkot Bogor, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Tim 7, Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta pihak terkait lainnya.
Bima melanjutkan, sejak hibah itu ditandatangani maka lahan tersebut resmi menjadi milik GKI dan Pemkot Bogor akan mengawal dari penerbitan IMB hingga penyelenggaraan ibadah di gereja yang baru.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan jemaat GKI Pengadilan (induk dari GKI Yasmin), Krisdianto mengapresiasi solusi tersebut dan menunjukan hadirnya negara dalam menyelesaikan masalah itu.
“Kami mengapresiasi Pemkot Bogor yang menjamin penerbitan IMB sesegera mungkin setelah semua persyaratan terpenuhi dan menjaga agar warga GKI di Bogor Barat bisa beribadah dengan damai,” katanya.
Apresiasi dari pemerintah pusat
Kesepakatan itu juga mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat. Seperti yang diungkapkan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
“Melalui pendekatan persuasif, membangun komunikasi secara baik, door to door kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya, upaya mediasi yang terus menerus kepada kelompok-kelompok masyarakat, serta dengan dukungan dan kerja bersama yang melibatkan Forkopimda, MUI, FKUB dan pihak terkait lainnya, akhirnya mampu menemukan solusi atas persoalan yang sudah 15 tahun menanti penyelesaian,” kata Tito dalam keterangan pers, Senin (14/06).
Tito berharap, upaya ini dapat menjadi pembelajaran dan contoh bagi daerah lain, terutama dalam menyelesaikan masalah yang serupa.
“Sebaiknya ini dilihat sebagai solusi, agar jemaat GKI Yasmin bisa segera beribadah dengan tenang. Jika misalnya masih ada selisih pendapat di internal jemaat, segera diselesaikan dengan menjadikan agama Kristen sebagai inspirasi penyelesaiannya,” sambungnya.
Perjalanan ‘melelahkan’ konflik GKI Yasmin
Keberadaan GKI di Yasmin bermula ketika Pemkot Bogor menerbitkan IMB pada 19 Juli 2006.
Setahun kemudian, GKI mulai melakukan pembangunan yang peletakan batu pertama yang dihadiri oleh Wali Kota Bogor saat itu, Diani Budiarto.
Pembangunan tersebut ternyata mendapat penolakan dari beberapa kelompok masyarakat.
Tahun 2008, forum warga dekat lokasi tersebut mengajukan surat permohonan pembatalan pembangunan gereja ke Pemkot Kota Bogor yang ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya surat pembekuan IMB.
Surat pembekuan itu kemudian digugat GKI Yasmin ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung dan menyatakan pembekuan IMB tersebut tidak sah.
Pemkot Bogor kemudian mengajukan banding, kasasi hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Namun upaya tersebut ditolak dan menyatakan bahwa IMB tersebut adalah sah.
Penolakan dari masyarakat terus terjadi dan pembangunan gereja terhenti. Bahkan, tahun 2010, Forkami melaporkan dugaan pemalsuaan data dan tanda tangan persetujuan warga yang disebut dilakukan panitia gereja.
Pada 2011, Pemkot Bogor mengeluarkan keputusan pencabutan IMB atas dugaan pemalsuan tersebut. Ombudsman RI pun mengeluarkan rekomendasi agar surat pencabutan IMB itu dibatalkan.
Setahun kemudian, pada 5 Juli 2012, Pemkot Bogor menawarkan relokasi ke tempat lain, namun opsi tersebut ditolak oleh pihak gereja.
Kemudian dialog yang melibatkan pemerintah pusat, daerah, gereja dan tokoh masyarakat dilakukan bertahun-tahun hingga menemukan titik cerah pada April 2021.
Seluruh pihak terkait sepakat bahwa GKI Yasmin akan direlokasi dan dibangun di Cilendek Barat dan serah terima berlangsung Minggu, lalu (13/06).